
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini datang gantinya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
bagi-bagi tanahnya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
siapa beli gunungnya
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini indonesia
tong potong roti
roti campur mentega
belanda sudah pergi
kini siapa yang punya
solo, kalangan, april 89
- diilhami sebuah tembang rakyat dari Madura
Puisi “Tong Potong Roti” menyajikan sebuah refleksi yang menarik tentang perubahan sosial dan sejarah, dengan penggunaan repetisi yang menciptakan ritme yang khas. Frasa yang berulang memberikan kesan nostalgia sekaligus ironis, seolah mengingatkan kita akan kehilangan yang dialami oleh bangsa ini. Namun, di balik kesederhanaan bahasa yang digunakan, ada kompleksitas yang dapat diungkap lebih dalam. Penyebutan ‘tong potong roti’ seolah menjadi simbol dari peralihan yang terjadi, di mana sesuatu yang tampaknya sepele memiliki makna yang lebih besar. Kebangkitan tema tanah dan kepemilikan juga sangat relevan dengan konteks Indonesia. Namun, meskipun puisi ini membawa pesan yang kuat, ada kalanya gambaran yang dihadirkan terasa agak monoton karena penggunaan frasa yang sama berulang kali. Hal ini bisa jadi mempengaruhi daya tarik pembaca. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyentuh emosi dan membangkitkan kesadaran sosial, meskipun masih ada ruang untuk pengembangan lebih lanjut dalam hal keindahan bahasa dan elemen kejutan yang lebih menonjol.