
Dunia badai dan topan
Manusia mengingatkan “Kebakaran di Hutan”*
Jadi ke mana
Untuk damai dan reda?
Mati.
Barang kali ini diam kaku saja
Dengan ketenangan selama bersatu
Mengatasi suka dan duka
Kekebalan terhadap debu dan nafsu.
Berbaring tak sedar
Seperti kapal pecah di dasar lautan
Jemu dipukul ombak besar.
Atau ini.
Peleburan dalam Tiada
Dan sekali akan menghadap cahaya.
Ya Allah! Badanku terbakar – segala samar.
Aku sudah melewati batas.
Kembali? Pintu tertutup dengan keras.
Puisi “Suara Malam” menawarkan gambaran yang kuat tentang perjuangan manusia dalam menghadapi kesedihan dan kehampaan. Melalui pertanyaan retoris dan citra yang mendalam, penulis berhasil menyampaikan nuansa kepedihan dan keputusasaan yang meresap, seperti yang tergambar dalam frasa ‘seperti kapal pecah di dasar lautan’. Penggunaan simbolisme seperti ‘kebakaran di hutan’ dan ‘omak besar’ memberi kedalaman yang mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi kehidupan yang penuh tantangan. Namun, meskipun ada keindahan dalam penggambaran, ada kalanya penggunaan bahasa terasa sedikit berat, sehingga mengurangi aliran keseluruhan. Ide tentang ‘Peleburan dalam Tiada’ menambah dimensi yang unik, meskipun mungkin belum sepenuhnya dieksplorasi. Elemen kejutan dalam puisi ini terletak pada perubahan dari deskripsi keterpurukan menuju harapan akan cahaya, tetapi transisi ini bisa lebih halus. Secara keseluruhan, puisi ini sangat emosional dan memiliki makna yang dalam, meskipun ada beberapa aspek yang dapat diperhalus untuk meningkatkan keindahannya.